“A visit to a museum is a search for beauty, truth, and meaning in our lives. Go to museum as often as you can.” - Maira Kalman –
“Di sebelah kiri kita bisa melihat Museum Nasional atau lebih dikenal dengan Museum Gajah”, terang seorang pemandu melalui pengeras suara kepada seluruh penumpang bus.
Setelah bosan dengan ML “Mal
Lagi”, pagi itu saya melangkahkan hati untuk menikmati Jakarta dengan cara
berbeda. Pelan-pelan, tak terburu-buru.
Ritme kota ini cepat, semua terlihat berlari agar tak ketinggalan. Saya butuh rehat sejenak.
Rasa penasaran,
menghantarkan saya duduk di atas bus ini dan mendekatkan lagi pada kegemaran, Museum Hopping.
“Kenapa namanya Gajah?
Karena di depan Museum Nasional ada sebuah patung Gajah pemberian Raja Thailand
Chulanglongkorn pada tahun 1871”, ujar
pemandu menambah informasi.
Gajah yang dimaksud adalah
sebuah patung yang terletak persis di depan Museum Nasional.
Patung Gajah Ikon Museum Nasional |
Patung gajah diberikan
sebagai bentuk terima kasih Raja Rama V, Raja Chulanglongkorn, atas
kunjungannya ke Jakarta, yang kemudian diletakkan persis di depan pintu museum.
Membuat museum ini lebih
dikenal dengan Museum Gajah. Terbukti ketika saya menyebut Museum Nasional, banyak yang mengira itu Monas (Monumen Nasional), selain jaraknya yang memang
dekat.
Museum nasional adalah
museum terbesar dan terlengkap di Indonesia, bahkan se-Asia Tenggara.
Sang pemandu terlihat
sibuk membolak-balikkan sebuah album. “Ibu-ibu, Bapak-bapak inilah Raja
Chulanglongkorn”, sambil mengedarkan foto ke pandangan para penumpang. Semua
antusias ingin mengetahui wajah dari Raja Thailand itu.
Museum Nasional saat ini
sedang direnovasi. Gedung A tempat di mana patung gajah berada di depannya, akan
ditutup sampai Juli tahun depan. Tapi Gedung B yang berada di sebelahnya, masih
dibuka untuk umum.
Denah Ruangan Museum Nasional Indonesia |
Gedung A yang sedang direnovasi merupakan bangunan peninggalan
Belanda. Dibangun oleh pemerintah Hindia Belanda, untuk menampung berbagai
koleksi.
Yang berasal dari Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, yaitu sebuah lembaga dalam bidang seni dan ilmu pengetahuan kala itu.
Yang berasal dari Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, yaitu sebuah lembaga dalam bidang seni dan ilmu pengetahuan kala itu.
Sayang, saya tidak bisa
mengintip koleksi di Gedung A yang juga dikenal dengan Gedung Arca sampai tahun
depan, hanya menjelajahi gedung di sebelahnya, Gedung B.
Patung Pusaran Karya Nyoman Nuarta Berjudul " Ku Yakin Sampai Di Sana" juga ditutup. Merupakan lokasi yang instagram-able bagi pengunjung Musuem Nasional |
Kesan museum yang seram
dan membosankan tidak ditemukan di Museum Nasional. Museum ini bernuansa modern
dan tidak creepy.
Museum Nasional Gedung B
Terdiri dari 4 lantai, di mana lantai teratas dijadikan tempat koleksi Emas dan
Keramik, tidak diperbolehkan untuk mengambil foto.
Pameran ini berlangsung hingga akhir November.
Setiap Lantai Terdapat Eskalator dan Lift |
Saya sering beradu tatap
dengan satpam di lantai 4, karena kamera tertengger di leher. Mereka mencoba
menangkap basah, apabila tengah diam-diam mencuri foto.
Pak, saya
nggak pernah diam-diam mencuri apapun kecuali hati!
Museum Nasional memiliki
koleksi kurang lebih 140.000 terdiri dari koleksi prasejarah, sejarah, arkeologi, etnografi dan lain-lain.
Di tengah-tengah mengamati
koleksi, saya mendengar bahasa yang satu dua patah kata, tahu artinya. Mereka terlihat
antusias sekali mendengar penjelasan dari guide
yang menemani.
Saya menguping, sayang nggak
ngerti. Dan saya, iri sekali dengan mereka. Mereka punya guide yang menjelaskan
semua tentang koleksi museum.
Turis Korea yang tengah serius mendengar penjelasan Unni, Annyeong! |
Sedangkan saya mencoba
untuk memahami sendiri sejarah dari koleksi, walau terkadang tidak lengkap.
Mungkin ini yang
menyebabkan orang malas datang ke museum, tak jarang keluar dari museum nggak dapatkan apa-apa, hanya sebatas benda mati, kurang informasi.
Hal yang
paling menarik dari sejarah adalah cerita di baliknya.
Alangkah baiknya
disediakan pemandu yang biberi jadwal dengan jelas, sehingga bagi siapa saja
yang ingin berkunjung bisa menyesuaikan. Maunya sih, gitu.
Selain melihat koleksi,
ketika saya berkunjung sedang diadakan Pameran Jalur Rempah Masa Kedautan Sriwijaya.
Di mana digambarkan perjalanan Kerajaan Sriwijaya sebuah kerajaan maritim besar yang menguasai perdagangan dan jalur rempah.
Di mana digambarkan perjalanan Kerajaan Sriwijaya sebuah kerajaan maritim besar yang menguasai perdagangan dan jalur rempah.
Kerajaaan Sriwijaya Menguasai Jalur Rempah Selama 600 Tahun |
Display berbagai macam
rempah-rempah menarik perhatian saya. Selain keterangan pada dinding, informasi
tentang kejayaan Sriwijaya juga divisualisasikan dalam bentuk animasi, sangat informatif
dengan cara menyenangkan.
Kerajaan Swrijaya Menerapkan Pajak Cukup Besar Kepada Para Pedagang Arab, Cina dan Bagi Siapapun yang Bersandar Di Pelabuhan |
Pameran ini berlangsung hingga akhir November.
Harga tiket untuk masuk ke
Museum Nasional hanya sebesar Rp 5000,- dan rata-rata semua museum yang saya
kunjungi di Jakarta juga dikenakan biaya yang sama. Museum yang milik
pemerintah, ya, bukan swasta.
Dan museum tutup di hari
Senin dan hari libur nasional. Jangan main ke museum kalau hari Senin, karena
pada tutup.
“Pemberhentian kita
selanjutnya adalah Gedung Arsip Nasional”, sahut pemandu. Membuyarkan lamunan tentang Museum Nasional.
Sudah lama saya penasaran
dengan bus warna-warni bertingkat, yang sering kelihatan wara-wiri di jalan.
Dengan tulisan besar “Wisata Keliling Ibukota!” dan Enjoy Jakarta. Wisata apakah gerangan dan menikmati Jakarta seperti apa?
Dengan tulisan besar “Wisata Keliling Ibukota!” dan Enjoy Jakarta. Wisata apakah gerangan dan menikmati Jakarta seperti apa?
Saya penasaran dan skeptis
secara bersamaan.
Kota ini hanya bisa
dinikmati, kalau punya duit nggak ada limit, pikir saya.
Rasa ingin tahu, membawa jari
ini ke website Transjakarta. Bus bertingkat
itu ternyata bernama Bus Wisata Jakarta Explorer.
Bus ini melayani beberapa rute wisata (City Tour) di Jakarta. Ada Sejarah Jakarta, Jakarta Baru, Kesenian & Kuliner, Pencakar Langit Jakarta dan Cagar Budaya.
Bus ini melayani beberapa rute wisata (City Tour) di Jakarta. Ada Sejarah Jakarta, Jakarta Baru, Kesenian & Kuliner, Pencakar Langit Jakarta dan Cagar Budaya.
Dan yang paling terpenting
adalah bus ini tidak dipungut biaya alias gratis. Saya ke mana saja selama ini,
baru tahu! Mungkin saya nggak sendiri.
Lalu saya memilih rute
yang saya sukai yaitu History of Jakarta.
Selain Bahasa Indonesia, sejarah adalah nilai tertinggi zaman sekolah dulu. Supaya
apa? Supaya kamu tau aja.
Sumber : TransJakarta |
Berdasarkan rute History of Jakarta, saya menyusun
rencana akan Museum Hopping. Dimulai
dari Museum Nasional lalu menuju kawasan Kota Tua, berhenti di Museum Bank
Indonesia.
Di luar dugaan, bus ini
menyenangkan sekali, ada pemandu di dalamnya yang menjelaskan sekilah tentang
sejarah bangunan yang dilalui.
Setelah menikmati Museum
Nasional, saya duduk menunggu di halte bertuliskan City Tour di plang, tepat di depan Museum Nasional.
Bus Double Decker atau Bertingkat Ini Mempunyai Kapasitas 66 Orang, 14 di Lantai Bawah dan 52 di Lantai Atas. |
Pemberhentian terakhir bus adalah Museum Bank Indonesia. Terdapat banyak museum yang berdekatan di kawasan
Kota Tua.
Sesampainya di sana, banyak sekali terlihat
anak muda, sekedar bersantai atau bermain di kawasan ini. Saya bertanya-tanya, apa mereka tahu
sejarah Kota Tua dan main ke museum?
Taman Fatahillah |
Tahu itu namanya bukan
Museum Fatahillah, tapi Museum Sejarah Jakarta. Bahkan dulu di belakang museum dijadikan
tempat hukum pancung, entah berapa ratus orang yang mati ditebas kepalanya.
Atau Museum Wayang itu dulu
adalah gereja, terdapat kuburan di pekarangan belakang, termasuk nisan pendiri
Batavia.
Mungkin sebagian tidak tahu. Dan saya sedikit tahu, karena mencari tahu
sendiri. Saya merindukan seorang guide di
setiap museum.
Harusnya pihak museum memberdayakan anak muda untuk memandu generasi muda
lainnya untuk tahu tentang sejarah, harusnya.
Untuk mengunjungi semua museum, nggak cukup sehari. Saya lebih dari sekali berkunjung ke sana.
Museum apa saja yang berada di Kota Tua dan yang pernah saya kunjungi, saya ilustrasikan dengan gambar di bawah ini.
Museum apa saja yang berada di Kota Tua dan yang pernah saya kunjungi, saya ilustrasikan dengan gambar di bawah ini.
Peta Kawasan Kota Tua |
Cerita tentang museum
lainnya mungkin akan diceritakan di lain waktu. Seperti sendirian di ruang bawah
tanah Museum Mandiri yang creepy,
lukisan melirik di Museum Keramik dan Seni Rupa dan cerita lainnya.
Semoga malas nggak memeluk
saya, karena pelukannya melenakan seperti pelukanmu.
Gerimis mulai turun saat
pulang, bus melaju pelan. Kendaraan rapat dan padat. Tak seperti biasanya, saya
tak kesal.
Sore itu hati saya hangat tak penat. Setelah yang saya alami, rasanya saya ingin berseru ke penduduk kota ini untuk rehat, menikmati Jakarta.
Tak perlu merogoh kocek dalam, tapi riang. Menikmati Jakarta dengan murah lewat sejarah.
Sore itu hati saya hangat tak penat. Setelah yang saya alami, rasanya saya ingin berseru ke penduduk kota ini untuk rehat, menikmati Jakarta.
Tak perlu merogoh kocek dalam, tapi riang. Menikmati Jakarta dengan murah lewat sejarah.
“It’s not a museum, It’s not a place of artifacts,
It’s a place of ideas.” Jeanie Kahnke